20 Tahun Bangun Usaha, Nasi Pecel Bu Yanti Laris Jadi Buruan Anak Kos Mahasiswa di Malang

Pewarta : Nurul Ikhsan | Editor : Heri Taufik

Jatimbisnis.com, Malang – Ketekunan Bapak Harwoto (60), pria kelahiran Blitar dalam membangun usaha kuliner Nasi Pecel selama 20 tahun lebih kini berbuah hasil. Ia membangun usaha bersama istrinya, Ibu Yanti yang namanya dijadikan nama warung, Nasi Pecel Bu Yanti.

Kini warung nasi pecel yang berlokasi cukup strategis di jalan raya Sengkaling Nomor 124, Kelurahan Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur jadi buruan mahasiswa yang tinggal di rumah-rumah kos yang banyak tersebar di sekitar kampus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Universitas Brawijaya (Unibraw), dan Universitas Negeri Malang (UNM), dan beberapa perguruan tinggi swasta.

Dikatakan Pak Harwoto, setiap harinya ia bisa menjual hingga 70 porsi nasi pecel. Saat weekend atau Sabtu-Minggu bisa 100 porsi habis terjual. Harga standar per porsi ia jual Rp 10.000. Jika ada tambahan menu konsumen tinggal menambah harga dari harga standar.

Jurnalis Jatimbisnis.com sengaja mendatangi warung nasi pecel Bu Yanti di jalan raya Sengkaling yang sudah disewa Pak Harwoto selama 20 tahun. Satu porsi nasi pecel berisi nasi pulen yang diguyur bumbu pecel, dilengkapi tahu, tempe, bakwan jagung, dadar atau ceplok telor yang di digoreng langsung saat dipesan. Menu nasi pecel juga dilengkapi sayuran seperti toge, bayam, kemangi, timun, dan sawi.

Setiap hari menghabiskan 3 kg bumbu yang sudah digiling, dan 7-10 kg beras untuk menu nasi. Nasik pecel Dijelaskan Pak Harwoto, ia selektif memilih bahan untuk bumbu pecel yang terdiri dari kacang tanah, daun jeruk purut, kencur, lombok, gula merah. Khusus kacang tanah ia datangkan dari Tulungagung.

Suasana dalam warung nasi pecel Bu Yanti.

“Biasanya kalau kacang tanah yang ukuran besar biasanya kurang enak. Saya pakai kacang tanah ukuran kecil-kecil yang kalau sudah jadi bumbu rasanya enak. Kacang tanah ini khusus saya beli dari Tulungagung,” terang Pak Harwoto yang Sarjana Hukum lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Sunan Giri Kota Malang, lulusan tahun 1985.

Pandemi Covid-19 lalu, dikatakan Pak Harwoto membuat turun omset usahanya. Bahkan bisa hilang dua kali lipat dari omset harian saat ini setelah pandemi mereda.

“Dulu sebelum pandemi di Malang ini banyak sekali mahasiswa. Tapi karena pandemi semua kampus menerapkan kuliah online, jadi mahasiswa pulang kampung semua. Praktis imbasnya ke usaha kami yang hampir mayoritas pelanggannya mahasiswa. Dulu setiap hari saya bisa menjual 200-an porsi nasi pecel,” ujarnya.

Ia dibantu oleh putra saru-satunya sempat membuka cabang di jalan Soekarno-Hatta. Namun warung cabang yang dirintis hanya bertahan sekitar enam bulan, yang akhirnya harus terpaksa ditutup karena sang istri yang mengelola warung utamanya di jalan raya Sengkaling kerepotan mengelola warung dengan jumlah pelanggan yang banyak.

Keuletan Pak Harwoto membangun usaha nasi pecel selama 20 tahun berbuah kesuksesan. Dari usaha yang dirintis kini ia mampu membeli beberapa aset, seperti rumah, tanah, kendaraan, dan menyekolahkan anak hingga lulus S1. Putranya kini sudah berumah tangga dan bekerja sebagai guru ASN di MAN 1 Wates, Kulonprogo.

By Nurul Ikhsan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait